Selasa, 06 April 2010

Warga Sumba Bertahan Hidup Dengan Makan Pisang


TEMPO, Kupang - Ribuan warga di Kabupaten Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur (NTT) yang mengalami krisis pangan, hanya mengandalkan pisang sebagai makanan sehari-hari untuk bertahan hidup.

Bupati Sumba Timur, Gidion Mbilijora mengatakan, pisang menjadi satu-satunya bahan pangan alternatif yang digunakan masyarakat sebagai pangan cadangan menggantikan beras, dan menambahkan, kekeringan berkepanjagan di daerah itu menyebabkan warga tidak bisa menanam.

"Kami sudah salurkan beras miskin (Raskin) kepada warga yang mengalami kekeringan. Saat ini sedang diupayakan untuk menyalurkan lagi beras sebanyak 700 ton," katanya ketika dihubungi via telepon dari Kupang, Selasa (6/4).

Dia mengatakan, pisang yang dimanfaatkan warga untuk bertahan hidup masih cukup banyak di kebun. Namun, tidak seluruh warga yang gagal panen menanam pisang, sehingga pemerintah kesulitan mengatasi masalah itu.

Apalagi, rencana penyaluran beras 700 ton itu masih menunggu persetujuan DPRD setempat, karena beras itu merupakan beras cadangan pemerintah Kabupaten Sumba Timur yang disimpan di gudang dolog. "Saya tidak dapat pastikan kapan beras itu dapat disalurkan," katanya.

Dia menambahkan, beras miskin yang telah disalurkan pemerintah daerah
sebanyak 108,4 ton, dan baru menjangkau 120 desa dari 121 desa yang dilaporkan gagal panen.

Satu desa lainnya, lanjut dia, belum mengambil jatah beras miskinnya, karena warga di desa itu tidak memilik daya beli untuk menebus raskin seharga Rp1.600/kilogram. "Untuk beli raskin saja warga sudah tidak mampu, apalagi membeli beras dolog yang harganya lebih mahal. Kekeringan tahun ini memang sangat ekstrim," katanya.

Menurut dia, pemerintah daerah juga telah mengirim surat kepada Gubernur NTT, Frans Lebu Raya minta bantuan beras dan pompa air, tetapi belum dijawab.

Permintaan yang sama juga sudah disampaikan lewat surat ke Kementerian Sosial sebanyak 200 ton beras, dan Kementerian Percepatan Daerah Tertinggal (PDT) sebesar 250 ton beras bersama 400 unit pompa air. "Kami juga ingin menangani secara cepat krisis pangan ini, tetapi persediaan beras pemerintah juga terbatas," katanya.

Menyangkut dampak yang timbul dari krisis pangan itu, seperti gizi buruk dan busung lapar, jelasnya, sejauh ini belum ada laporan. Namun, sebelum krisis pangan dilaporkan, sekitar 130 balita di desa-desa tersebut memang menderita gizi buruk. "Saya sudah cek ke puskesmas, tetapi belum ada penambahan pasien gizi buruk," katanya. YOHANES SEO

Tidak ada komentar:

Posting Komentar